The 20th Long Road To Java : The Normal Tour (2)

Perjalanan Bagian 2 : Surabaya – Surakarta

25 Februari 2022

*Pak…nggak lagi nunggu pesenan kan?,

tembak saya ke salah satu ojek berseragam aplikasi

/”Nggak nih pak..mau kemana?”

/*Terminal Bungurasih berapa?

/”Ke Terminal? 10 Ribu

/*OK pak…bisa masuk ke Jalur Bus kan ya?

/”Bisa..bapak mau ke bis mana?

/Jalur Bus Sumber Kencono pak..yang ke Solo

(Kebiasaan orang lama…Bus nya udah lama ganti nama jadi Bus Sumber Selamat dan Sugeng Rahayu)

Dari kursi terdepan di Bus Tingkat, saya kembali harus berpindah ke motor ojek untuk bergegas menuju jalur keberangkatan bus ekonomi arah Jogjakarta dan Semarang via Surakarta. Jarum jam sudah menunjukkan Pukul 07.06 sementara menurut jadwal dari grup resmi, bus yang saya kejar kali ini berjadwal berangkat Pukul 07.15. Yup..jeda waktu yang saya miliki hanya kurang dari 10 menit. Agak bersyukur juga tadi subuh Harapan Jaya masuk ke Rumah Makan DUTA dan mencoba toilet bus..jadi udah nggak mikir lagi untuk cari sarapan dan ritual pagi.

Bapak ojek dengan tangkas dan nampaknya sudah terbiasa, segera meluncur lincah ke sebelah kiri jalur kedatangan Terminal Bus Purabaya, Bungurasih, Sidoarjo (Ya..Terminal Bus “Surabaya” ini memang posisinya sudah di wilayah Sidoarjo), melewati jalur parkir bus-bus antar kota. Benar saja, saat tiba di jalur 18, telah terparkir Bus Sumber Selamat W7097UP kelas Ekonomi AC/AC Tarip Biasa (ATB) jurusan Semarang via Karangjati – Surakarta. Saya bergegas turun sembari memberikan selembar uang 20 ribuan sebagai apresiasi atas laju sepeda motor sang Bapak Ojek.

*Karangjati nggih,Cak?

/”Nggih pak..

Saya masuk lewat pintu belakang, dan bergegas menuju baris kedua. Kondisi bus saat itu masih kosong, setidaknya termasuk saya, ada 4-5 penumpang kala itu yang naik dari Jalur. Jam 07.16 7097UP sebagai “Semarangan” jam ke-2 melesat keluar jalur menuju pintu keluar. Dengan 3-4 “poin” (penumpang) tambahan yang didapat sepanjang jalur keluar, melajulah Hino AK berbalut Discovery buatan (lagi-lagi) Karoseri Laksana menuju Jombang – Kertosono – Nganjuk – Karangjati – Ngawi – Surakarta – Salatiga – Semarang. Tarif karcis yang dikenakan untuk jurusan Surabaya – Surakarta adalah IDR 59 ribu. Dari saat ditarik karcis di daerah Krian, Sidoarjo, setidaknya saya harus tiba di Surakarta dalam kurun waktu 6 jam.

///

Kenapa harus Bus “Semarangan”? Kan ke Surakarta bisa naik Bus jurusan Jogja

Kenapa pula yang ekonomi? Kan ada yang Patas/Cepat..

Kenapa juga diawal dibilang ‘gara-gara berubah tanggal menjadi merubah semuanya?’

Begini…

Rencana awal perjalanan The Normal Tour kali ini adalah sebagai berikut:

Sabtu 19 Februari           : Bekasi – Surabaya

Minggu 20 Februari        : Surabaya – Madiun – Surakarta

Senin 21 Februari           : Surakarta – Jogjakarta pp

Selasa 22 Februari          : Surakarta – Bekasi

Namun..karena perubahan tanggal cuti, rencana pun berubah menjadi seperti ini :

Kamis 24 Februari           : Jakarta – Surabaya

Jumat 25 Februari           : Surabaya – Surakarta

Sabtu 26 Februari           : Surakarta – Jogjakarta pp

Minggu 27 Februari        : Surakarta – Bekasi

Masalah selesai? Belum

Salah satu tempat yang saya kunjungi di Surakarta memiliki jadwal buka Senin – Jumat pukul 8.00 sampai dengan 15.00. Dengan jadwal perjalanan yang saya miliki (durasi 6 jam), maka saya hanya memiliki waktu berkunjung di Hari Jumat pada interval Jam 13.00 – 15.00. Atas dasar itulah saya menganulir rencana perjalanan dengan Bus jurusan Surabaya – Surakarta – Jogjakarta via Madiun karena durasi perjalanan via Madiun lebih lama kurang lebih 1 jam (kurang lebih jadi 7 jam) dengan perjalanan langsung via Karangjati – Ngawi, yang dilalui oleh Bus “Semarangan”.

Bagaimana dengan Bus Patas/Cepat?

Tentu saja

Ada Bus EKA Cepat yang jalur nya tidak lewat Madiun (kecuali beberapa rute jauh seperti ke Surabaya – Purbalingga), dan via Tol. Namun, pengalaman terakhir bersama EKA Cepat 2018 silam, waktu tempuh yang dibutuhkan dari Bungurasih ke Tirtonadi (Surakarta) adalah sekitar 7 jam (termasuk istirahat di DUTA), karena meskipun lewat Tol, ternyata EKA Cepat kala itu masih keluar ke jalur jalan biasa Mojokerto – Kertosono – Nganjuk yang justru di ruas-ruas yang padat, sehingga efek dari jalan tol tadi tidak terasa. EKA Cepat sendiri baru membuka layanan Surabaya – Surakarta via tol pada 28 Februari 2022. Maka, dengan pertimbangan waktu tempuh dan biaya, ya pilihan perjalanan beralih ke Sugeng Rahayu “Semarangan”

///

Kembali ke perjalanan…

sek sek…gak nyandak!!…kenek kenek..

Ngiiikkk…

Di daerah Balongbendo, 7097UP yang mencoba mendahului truk lewat jalur kiri terpaksa harus mengerem karena di bahu jalan terdapat truk yang sedang parkir, yang jika dipaksakan akan membuat masing-masing spion beradu. Sopir terpaksa mundur untuk mengambil ancang-ancang menghindar dari truk dan terus melaju. Sampai di Mojokerto, terminal pertama yang dilewati, tiba-tiba tertarik melihat bakul lumpia dengan bawang dan saus encer. Akibat miskomunikasi, maksudnya mau beli 1 malah jadi beli 3 biji (IDR 2000 per biji/ IDR 5000 per 3 biji). Dan ternyata isinya adalah bihun+wortel…duh kirain rebung/bengkoang.

Perjalanan berlalu begitu saja dari Mojokerto sampai Jombang. Padahal udah puas tidur di Harapan Jaya, tapi kok kayaknya masih ngantuk aja di perjalanan ini. Mungkin karena tidak ada audio yang disetel oleh kru. Ada sih perangkat TV, tapi sepertinya berulangkali dicoba dinyalakan tetapi akhirnya dimatikan lagi. Praktis sepi.

09.20 7097UP sampai di Simpang Mengkreng, Braan, Kertosono. Persimpangan ramai di mana ini adalah titik “terminal bayangan” atau halte tempat Bus tujuan Kediri – Tulungagung dst dan Bus tujuan Nganjuk – Madiun dst berpisah, dan bertemu untuk ke arah Surabaya. Kalau itu dirasa belum ramai, di titik ini terdapat 2 perlintasan kereta api dan 1 lampu merah. Sama di tempat-tempat sebelumnya, penumpang yang naik tidak begitu banyak.

Mengkreng/Braan arah Surabaya dan Pandaan

Di ruas jalan ini, sempat kaget juga bertemu dengan salah satu unit Bus EKA Cepat tujuan Surabaya – Bandung via Surakarta – Semarang…berstiker besar Tol Trans Jawa di kaca samping. Lho..Trans Jawa kok bisa jejeran di jalan sini? Trans Jawa sebelah mana yang dilewatin?. Tapi lebih kaget lagi saat hal ini dijapri ke Fajar Mbek..

“Lah..ini bus dari Bungur jam 6 loh..belakang bus yang gw naikin kemaren”

Jam 6 berangkat dari Bungur..selisih 1 jam 15 menit dibelakang nya…dan tersusul di Kertosono..

Di Terminal Anjuk Ladang, Nganjuk untungnya bus tidak masuk ke jalur penumpang. Hanya melintas sebentar dan kembali meneruskan perjalanan ke timur. Cuaca saat ini masih cerah. Saat melihat ke atas, sepertinya bus ini memiliki fasilitas isi daya baterai di dekat lubang AC, meskipun hanya di beberapa baris bangku saja yang tersedia. Baiklah, mumpung masih jauh juga dan indikator USB nya menyala (berarti ada aliran listriknya), waktunya ngisi daya baterai. Ternyata, arus listriknya lumayan juga meskipun menggunakan kabel USB (bukan kabel charger bawaan).

Bus terus melintas ke timur melewati alas Saradan – Wilangan, sejauh ini tidak ada momentum kejar-kejaran sesama bus ke arah barat karena mungkin intervalnya agak jauh. Hanya sesekali saja mencoba mendahului dari kanan secara panjang…dan kembali ke lajur semula karena ada Truk BBM dari arah lawan. Di jalur Karangjati pun lancar.. hanya karena bertepatan dengan jam bubar sekolah, sesekali berpapasan dengan pelajar yang berkendara. Pemandangan sepanjang perjalanan pun masih sama : Sawah-sawah dengan bulir-bulir padi yang siap dan bahkan sudah ada yang sedang dipanen.

11.20 Bus memasuki area Terminal Kertonegoro, Ngawi. Disini ternyata bus berhenti cukup lama, entah memang kru nya beristirahat atau bagaimana. Ah, sialnya.. tau begini mending turun aja cari ransum untuk makan siang. Tapi beruntungnya, dikarenakan penumpang di bangku depan turun di sini, sementara penumpang satunya pindah ke belakang karena mau nge-charge, akhirnya dapet juga bangku hot seat sepanjang Ngawi – Surakarta. Sekitar 20 menit istirahat, bus kembali keluar terminal menuju ke barat. Ya hitung-hitung aja seperti istirahat di DUTA.

Alas Mantingan yang teduh di waktu siang dilewati begitu saja, sesekali bus mengambil lajur kanan di jalur yang “misterius” ini (mengapa misterius? Sila tanyakan kepada rekan sejawat anda yang mempunyai pengalaman berkendara ke Jawa Timur via Sragen). Tepat sebelum memasuki Sragen, tepatnya di Terminal Gendingan, pertolongan pertama di jam makan siang pun datang dari ibu-ibu penjual Arem-Arem. Memang ukurannya cenderung panjang seperti lopis, tetapi isinya memiliki rasa bumbu yang enak. Masuk Sragen lalu lintas mulai padat. Saat keluar dari Kota Sragen dan memasuki wilayah Masaran sampai dengan batas Kabupaten Karanganyar, hal yang dikhawatirkan pun muncul : Cuaca. Panas terik perlahan-lahan berubah menjadi mendung, kemudian menjadi gerimis meskipun tidak begitu lama, namun cuaca tetap mendung. Kira-kira sampe Surakarta cerah nggak ya? Mana masih jam 1 siang..

7208UZ “Jogjaan”

Setelah melewati lalu lintas kota yang ramai, jam 13.30 7097UP memasuki jalur kedatangan di Terminal Bus Tirtonadi. Saya bersiap turun untuk melanjutkan estafet dengan Bus Ekonomi jurusan Jogjakarta, karena 7097UP akan beristirahat di terminal ini. Sambil setengah berlari, saya mengejar Bus Jogjakarta yang siang itu diisi oleh armada Bus PO Suharno dengan kelas ATB. Satu hal yang menjadi kesalahan, saya harusnya tidak turun di jalur kedatangan, karena ternyata posisi tempat parkir 7097UP ternyata berada tak jauh dari jalur bus jurusan Jogjakarta. Duh….

Selembar 5 ribu rupiah sudah saya siapkan diatas Bus Suharno yang masih berjalan santai di Jalan Ahmad Yani menuju arah Kerten. Selepas Lampu Merah Manahan saya pun bersiap untuk turun di tempat yang menjadi tujuan wajib saya kali ini :

Perum Percetakan Negara Republik Indonesia cabang Surakarta – Studio Lokananta

Ini adalah kunjungan wajib atau mandatory visit ke-2, sekaligus lanjutan dari kunjungan pertama di Oktober 2018 silam. Saat itu kunjungan yang juga dilakukan di hari Jumat 12 Oktober 2018 berlangsung kurang memuaskan, karena baru setengah perjalanan keliling ruang museum tiba-tiba listrik padam, sehingga saat itu tidak bisa mengunjungi Studio utama. Saat itu sebenarnya kelanjutan untuk perjalanan ke Lokananta ini sudah dipikirkan, namun entah kenapa beberapa kunjungan saya berikutnya ke Surakarta (Juni 2019 dan November 2021) tidak mengagendakan untuk kunjungan itu. Namun, melihat situasi dan kondisi, serta mendapatkan kabar dari angin yang berhembus di akhir tahun 2021, naluri saya mengatakan “secepatnya saya harus kembali ke Lokananta”.

Saya memulai kunjungan itu dengan prosedur yang dijalani seperti saat pertama kali kesini : lapor diri ke Pos Pengamanan, meskipun beberapa hari sebelumnya sudah menghubungi salah seorang yang berkarya di Lokananta, yaitu Mas Anggit Wicaksono. Kebetulan ternyata Mas Anggit saat itu sedang berada di pos. Sambil mengonfirmasi kembali hal keinginan saya untuk berkunjung ke Studio, Mas Anggit yang juga mengelola Toko Lokananta yang menyediakan merchandise dan juga aktif dalam pameran-pameran bertema musik dan rilisan fisik, mengajak saya untuk berkeliling kembali melihat ruangan museum yang sedikit berubah sejak terakhir kesini kurang lebih 3 tahun silam.

Kemudian kami berlalu menuju ruangan studio itu, lampu mulai menyala, dan nampak lah Trident 80B – 32 Channel console yang menjadi jantung studio tersebut, bersama kerabat kerja lainnya. Dengan bantuan dari Mas Anggit, Studio ini pun cukup “bercerita” banyak kepada saya….

Studio Lokananta

Setelah lama mendung bergelayut di Kota Surakarta, Hujan deras pun akhirnya datang juga. “Sudah kurang lebih 3 hari ini mas ndak turun hujan. Baru hari ini hujan deras” tutur Mas Anggit disambi menyeruput segelas kopi, sedangkan saya dengan segelas teh tawar hangat. Di meja kantin Lokananta, bersama suara hujan dan tampias air yang turun, sejarah, pengalaman, dan harapan saling berbagi ruang untuk berteduh….

Sebuah kaus beserta satu set stiker, dan juga beberapa dokumentasi sebagai koleksi serta portofolio saya bawa dari Lokananta ini. Seiring hujan yang reda, saya pun pamit dengan Mas Anggit untuk melanjutkan perjalanan untuk mencari logistik persiapan ke penginapan.

Sebelum pergi, saya kembali memandangi gedung kuning itu…kemudian berlalu menuju gang Merpati

Sial…rupanya langit Lokananta masih berselimut Awan Mendung…tiada Matahari di atas sana


***bersambung

Tinggalkan komentar