The 20th Long Road To Java : The Normal Tour (3)

Perjalanan Bagian 3 : Surakarta – Jogjakarta – Magelang

Homo proponit, sed Deus disponit

26 Februari 2022

Alarm jam sudah disetel pada pukul 04.00 WIB, maksudnya supaya tidak bangun kesiangan akibat terlalu pulas tidur di lantai 10 Swissbelhotel Gilingan, Surakarta (yup..gedung tingkat menjulang  di dekat Terminal Tirtonadi). Namun, yang terjadi adalah alarm jam keburu dimatiin karena udah kebangun duluan.

Agenda perjalanan hari ini sebenarnya agak diluar kebiasaan kala ber-“Bis-Bisan Ke Surakarta”, namun tetap menjadi hal yang “Normal” bagi para Bismania : Touring Surakarta – Jogjakarta bersama bus “Suroboyoan”. Ya, bus jurusan Surabaya – Jogjakarta. Alasan nya sederhana saja : Waktu Tempuh dan Kecepatan. Bus Suroboyoan ini dipilih karena waktu yang ditempuh cenderung jauh lebih cepat dibandingkan dengan bus ‘lokal’ Surakarta – Jogjakarta yang cenderung banyak ngetem di setiap ‘halte’ dan terminal kecil.

Saya memasuki Terminal Tirtonadi melalui pintu timur, sambil berharap menemukan penjual Arem-Arem yang enak dan padat, namun tampaknya pagi itu ia belum datang. Dan nampaknya penjual tersebut lebih banyak terdapat di pintu timur, sementara di pintu barat saya tidak menemukan penjual asongan di pagi itu. Berbekal logistik minuman dan sekaleng susu, saya berpindah menuju tempat dimana penumpang yang mengincar “Bus Suroboyoan” menunggu. Sementara di Jalur keberangkatan bus jurusan Jogjakarta kala itu hanya diisi oleh Bus AC ¾ Langsung Jaya.

Kurang lebih sekitar jam 5.30 datanglah Bus Sugeng Rahayu W7218UP jurusan Jogjakarta. Saya bergegas naik dan ternyata masih ada bangku kosong di barisan depan. Saya duduk di bangku 3 (sebelah kanan), dibelakang sopir, bersama seorang penumpang yang masih tertidur pulas. Tidak butuh waktu lama, bus keluar terminal dan melanjutkan perjalanan menuju Jogjakarta. Setelah ditarik karcis sekitar IDR 17 ribu , saya coba melihat apa yang terjadi di Grup WA kawan-kawan penggemar transportasi. Ternyata semalam, si Faishal (Roda-Sayap) sedang menuju ke Surakarta menggunakan Bus Sugeng Rahayu W7197UZ. Saya ingat bahwa akhir pekan ini memang beberapa rekan-rekan Railfans di grup mengadakan acara Jalan-Jalan bersama Lok Uap di jalur Purwosari – Solo Kota, dan dia kalau tidak salah memang menjadi salah satu peserta. Saya coba membalas dengan memfoto interior bus 7218UP, namun belum ada balasan, mungkin masih tidur.

Sepanjang perjalanan Surakarta – Klaten, memang bus relatif berjalan di lajur kanan. Namun kalau dibilang laju bus cepat pun tidak juga, mungkin karena efek jalan Surakarta – Jogjakarta yang semakin padat. Terlebih lagi, hari ini merupakan rangkaian libur panjang. Memasuki Jalan Bypass Klaten, selepas Terminal Ir Soekarno, Bus mencoba mengambil lajur kiri jelang Palang Kereta Api Krapyak. Namun akibat salah perhitungan, bus pun sempat menyenggol plang hotel yang menjorok ke jalan raya.

Bus terus melaju kearah Jogjakarta, hingga akhirnya sampai di depan Juru Supit Bogem, Prambanan, ketika notifikasi Whatsapp berbunyi. Ternyata, Faishal membalas hanya dengan komentar “yeuh”. Bersamaan dengan itu, nampaknya penumpang disebelah saya sudah terbangun. Entah kenapa saya refleks melihat ke penumpang itu dan…sebentar…

Kenapa penumpang ini nampak tersenyum dibalik masker?

Eh…kok kayaknya kenal ini penumpang..

NDILALAH

Ternyata penumpang sebelah saya ini tak lain dan tak bukan adalah Faishal itu sendiri *nyengir

Sungguh Komedi di Sabtu Pagi, dengan bantuan masker dan protokol kesehatan tentunya. Jadi semalam saat Faishal menuju ke barat, ternyata ia dioper ke unit 7218UP di Terminal Anjuk Ladang,Nganjuk karena 7197UZ sepertinya hendak istirahat/perpal. Sisa perjalanan sampai di Terminal Giwangan,Jogjakarta pun hanya berisi obrolan bis-bisan dan tentunya hahahihi..masih ga percaya kok bisa-bisanya satu bus tanpa janjian.

Jarum jam menunjukkan 07.13. Untung juga sih ada Faishal yang lebih tau seluk-beluk Terminal Giwangan. Jadi tidak banyak nyasar dan tahu titik-titik mana saja yang enak untuk berburu bus-bus di terminal ini. Selepas “panggilan alam” yang nampaknya sedikit dibantu oleh sekaleng susu steril, nampaknya pagi itu jalur keberangkatan bus di Terminal Giwangan masih sepi cenderung tidak ada bus. Hanya jalur Purwokerto yang diisi oleh Bus Mulyo, sementara jurusan Magelang / Semarang pun masih kosong. Kami pun berpindah ke titik kedatangan bus sambil memantau Bus jurusan Magelang yang akan saya tumpangi.

Jepretan Faishal

Bus-bus dari Surabaya dan Jakarta bergantian masuk terminal. Namun tidak untuk bus-bus ekonomi jurusan Surakarta, Magelang, dan Purwokerto. Sebenarnya bus jurusan Magelang – Semarang sudah ada yang melintas, namun bus tersebut adalah bus ¾ AC, sementara yang saya incar adalah bus besar baik AC maupun non AC. Sekitar pukul 08.17 muncul lah Bus PO Sumber Waras Putra jurusan Magelang. OK sepertinya saya akan ke Magelang dengan bus ini. Tapi, ternyata bus ini justru memilih parkir di belakang jalur keberangkatan, dan justru mempersilahkan bus ¾ lainnya yang datang di belakang untuk mengisi jalur keberangkatan.

Setengah jam kemudian, datang Bus Mustika ekonomi jurusan Magelang.

Nah, berhubung bus besar lainnya sudah datang, mungkin si Bus AC ini akan masuk ke Jalur Keberangkatan, karena mesin bus sepertinya sudah dinyalakan lagi. Bus bergerak…..

…Mundur?!?

Yah..ternyata bus kembali mundur karena yang akan mengisi jalur keberangkatan adalah Mustika terlebih dahulu. OK, yaudah naik Mustika aja deh, non AC juga nggak apa-apa daripada kesiangan. Saya pun meninggalkan Faishal di Giwangan yang masih bertanya-tanya kemana bus PO Sedya Utama dari Surakarta? Tumben di sepanjang perjalanan dan di terminal tidak nampak. Jam 9 bus pun berangkat meninggalkan Terminal Giwangan. Saya memilih duduk di belakang supaya tidak panas terpapar matahari dan mendapatkan angin dari pintu belakang. Sepanjang Jalan Lingkar menuju Terminal Jombor di utara, bus melaju dengan kecepatan yang lumayan. Di sini saya ditarik ongkos IDR 15 ribu sampai Magelang.

Bus memasuki Terminal Jombor sekitar jam setengah 10, dan ternyata di jalur sudah ada Bus ¾ AC yang sebelumnya berangkat lebih dahulu dari Giwangan. Yak ternyata di sini sepertinya bus menunggu penumpang dengan sistem “dorong”, artinya bus baru akan berangkat apabila bus di jam belakangnya sudah datang. OK..kita tunggu saja. Kali ini pertolongan ransum datang dari Bapak penjual arem-arem dan lumpia..sepertinya isi bengkoang dan sayur karena tidak terdapat bau khas rebung.

Bus pun siap berangkat kembali karena bus jam belakang nya sudah datang…yang ternyata adalah Bus Sumber Waras Putra AC yang tadi mundur terus. Bus berjalan keluar terminal..kembali ke Jalan Magelang…dan ternyata ngetem kembali. Waduh..masih kurang ngetem di dalem terminal. Di sini ternyata bus ngetem cukup lama. Menurut hasil tanya ke rekan lain nya, Pak Bowo, ya..untuk Jalur Jogjakarta – Magelang, waktu yg ditempuh kurang lebih 1,5 jam. Tapi sepertinya itu tanpa ngetem. Kalau ditambah ngetem jadi berapa jam ini??

Setelah sekian lama ngetem dengan tambahan penumpang tidak lebih dari 5 orang, mendekati jam setengah 11 bus akhirnya berangkat kembali menuju Magelang…dengan santai. Okupansi penumpang yang masih belum membaik membuat bus kembali berjalan merayap di Sleman. Pikiran saya udah mulai tidak karuan, 1 jam sudah dihabiskan tapi bus masih belum meninggalkan wilayah Yogyakarta, sementara dari arah berlawanan sudah mulai lewat bus AC Ekonomi lainnya jurusan Magelang – Jogjakarta. Apa cukup waktunya ya nanti di Magelang dan kembali Ke Giwangan?

Bus baru benar-benar jalan mengejar waktu saat berada di Tempel dan melintas Jembatan Krasak untuk memasuki wilayah Propinsi Jawa Tengah. Memasuki wilayah Muntilan, tampak pemandangan khas jalan 1 arah di kota-kota kecil, dengan pertokoan yang masih bernuansa klasik. Saya sudah lama tidak melintasi wilayah ini, apalagi di waktu tengah hari. Dengan menggunakan mobil pribadi, nampaknya terakhir lewat sini di tahun 2006 (itu pun sore hari), sedangkan dengan moda transportasi bus, itu pun jauh sekali..sekitar tahun 1999. Sempat sih tahun 2012 bareng rombongan kampus lewat sini saat berkunjung ke Borobudur, tapi saat itu saya tidak terlalu memperhatikan jalanan. Melintasi Terminal Dr Prajitno, Muntilan yang sangat lenggang dan jauh dari suasana terminal bus, Bus melanjutkan perjalanan menuju kota Magelang.

Armada Town Square alias ARTOS beserta deretan bangunan dan papan nama bertuliskan “ARMADA”, sebuah grup usaha setempat yang ternama dalam bidang perakitan otomotif, menandakan bus ini memasuki wilayah Mertoyudan, Magelang. Kondektur membagikan karcis ke beberapa penumpang kecuali saya. Pikir sekaligus tebak saya saat itu karcis diberikan untuk penumpang tujuan Bawen sampai dengan Semarang. Bus berbelok menuju jalan lingkar kota Magelang. Tidak lama kemudian bus berbelok ke kanan, dan sampailah kami di Terminal Bus Tidar, Kota Magelang, sekitar pukul 11.40 WIB, kurang lebih 2,5 jam dari Giwangan. Di terminal ini, bus berhenti sejenak di jalur parkir Semarang untuk menurunkan penumpang dan mengoper penumpang jurusan Semarang. Ya, bus parkir di jalur jurusan Jogjakarta. Tepat seperti beberapa informasi dari Pak Bowo dan rekan-rekan lainnya :

…bayar sampe Magelang dulu, karena biasanya di Magelang juga dioper lagi, kecuali kalo naik nya Patas yang langsung Semarang.”

Ingatan kembali ke tahun 1999, tidak jauh dari berlangsung nya Pemilu.

///

Saat itu, entah karena alasan apa, saya dan kedua orang tua terpaksa pulang kembali ke Jakarta dari Klaten secara estafet menggunakan bus. Oom saya yang saat itu masih berkuliah di Jogjakarta mengantar kami (masih) ke Terminal Umbulharjo. Gagal mendapatkan bus ke Jakarta, Oom menyarankan kami melanjutkan perjalanan via Semarang. Kami pun menunggu di jalur parkir bus Semarangan. Saat itu banyak terparkir bus-bus ekonomi jurusan Semarang yang sepertinya baru hari itu saya lihat, seperti Sumeh, Sumber Waras, Trisulatama, dan Ramayana unit Jogja-Semarang yang berlivery hitam-siluet senja kota. Saya bingung kenapa tidak langsung naik ke salah satu bus itu, padahal itu deretan bus jurusan Semarang. Oom saya hanya menjawab “nanti..bus nya bukan yang itu”. Kemudian datanglah 2 bus Nusantara PATAS AC berwarna putih dan hijau-perak tujuan Semarang (atau mungkin sampai Kudus). Oom dengan gesit bersaing dengan penumpang lain untuk mencari bangku, dan kami dapat duduk di bangku paling belakang di bus berwarna hijau-perak. Kami menumpang bus itu sampai ke Terminal Terboyo, Semarang.

///

22 tahun kemudian, saya baru mengerti mengapa saat itu Oom saya mencarikan bus Patas Semarangan : bebas transit / oper di Magelang.

Mengamati situasi terminal yang sepi ini, terlihat Terminal Tidar masih cukup mempertahankan kondisi bangunan terminal yang klasik : Lapangan aspal yang luas, bangunan terminal yang melingkar di 4 sisi, bus-bus yang terparkir menghadap bangunan, kios-kios yang berisikan Agen Travel sebagai loket bus. Kalaupun ada sentuhan hal yang baru di terminal ini, mungkin hanyalah tanda nama papan Terminal Tidar Magelang yang sekarang sudah berwarna Biru-Kuning khas Kementerian Perhubungan, dan pintu keluar bus yang entah sejak kapan sudah dinonaktifkan dan saat ini menggunakan jalur yang sama di sebelah pintu masuk terminal.

Saya pun bingung kegiatan seperti apa yang dapat saya lakukan disini. Mau hunting bus, tapi sepi. Mau buat konten terminal namun harus mulai dari mana. Belum puas mengamati terminal dan mencari tempat untuk makan siang, masuk Bus Maju Lancar AC Ekonomi jurusan Jogjakarta, AB7697CD “Abhiseva”. Wah, udah datang nih bus nya. Saya potret sebentar kemudian masuk dan duduk di bangku tengah. Namun lagi-lagi saya kecele. Tunggu-punya-tunggu, ternyata bus di sini ngetem kurang lebih setengah jam. Saat liat ke arah jendela belakang, terlihat ada sebuah Bus Patas Ramayana sedang menaik-turunkan penumpang di pintu masuk terminal. Mau turun, tapi masih ragu itu bus jurusan Jogjakarta atau Semarang ya? Selain itu juga posisi tempat bus saya dan pintu keluar pun cukup jauh, entar udah lari-lari eh ditinggal. Ah tau seperti ini, tadi makan dulu di salah satu kios terminal. Mencoba mengganjal perut lagi-lagi dengan Arem-Arem yang dijual, namun sedikit kecewa karena meskipun Arem-Arem nya masih anget cenderung panas, ternyata arem-arem nya bukan daging atau sambal goreng, tapi isinya tempe….

Sekitar jam 1 siang, setelah kembali sempat ngetem di pintu keluar terminal, Maju Lancar Abhiseva melanjutkan perjalanan ke Jogjakarta. Berkebalikan dengan waktu berangkat, kali ini bus berjalan relatif cepat, mungkin karena kondisi bus pun sudah cukup penuh sehingga tidak perlu lagi mencari-cari tambahan penumpang. Lalu lintas sendiri cenderung lancar saat melewati Muntilan dan kembali masuk Jogjakarta lewat Krasak. Lepas Tempel, tiba-tiba bus berbelok ke kanan melalui jalan yang lebih kecil tapi sepertinya sering dilewati kendaraan besar. Waktunya japri Ricky “HOTELRIKI” yang juga cukup khatam wilayah Sleman dan sekitarnya

oh mau motong jalan langsung ke Gamping kayaknya itu

/ *nggak kok ini udah mau ke balik ke arah Jalan Magelang lagi..tadi dibelokin sama orang macam Supeltas gitu

/”ooh brati Cuma ngindarin Sleman City Mall doang itu pak..biasa kalo Sabtu suka macet

SABTU

O iya lupa..Hari ini Hari Sabtu. Yang udah-udah Jalan Surakarta – Jogjakarta bakal lebih padat dari biasanya. Wah kalo nggak buru-buru bisa kesorean sampe Tirtonadi lagi. Sekitar jam 2 siang, bus sudah sampai di bunderan Jombor, masih dibutuhkan sekitar 30 menit lagi untuk memutar ke selatan sampai ke terminal Giwangan. Setelah ditambah isi solar di Ring Road Selatan, Jam 2.39 akhirnya Abhiseva tiba di jalur kedatangan Terminal Giwangan. Turun dari Abhiseva, saya langsung berpindah kembali ke jalur keberangkatan, yang masih sepi, sementara didepan nya sudah berjejer beberapa bus tujuan Jakarta yang….ah di Jakarta juga ada, ngapain hunting dia lagi..

Dengan sisa-sisa rasa lapar dan haus, langsung menuju ke Shelter keberangkatan bus Suroboyoan. Tadinya mau ngaso sebentar sambil cari makan. Namun dengan memperhitungkan waktu tempuh, kayaknya mending langsung estafet balik ke Surakarta aja. Ada 1 Buis MIRA dan 2 SUGENG RAHAYU yang terparkir. Biasanya sih saya lebih memilih Sugeng Rahayu dengan bangku biru nya. Namun kali ini, biar nggak penasaran, saya memilih untuk naik Mira – yang kebetulan memang jam nya lebih dulu berangkat dibanding Sugeng Rahayu. 14.53 WIB, Mira membawa saya keluar dari Terminal Giwangan menuju Surakarta, meninggalkan 7 Jam antara Yogyakarta dan Magelang yang terbuang sia-sia tanpa hasil.

Di tengah perjalanan menuju Surakarta, melintaslah 1 unit Bus kecil ¾ “cadangan” milik PO Suharno dari arah Surakarta menuju Yogyakarta, sama seperti saat kemarin ketemu di sekitar Balekambang.

Dan saya pun tersadar, kemunculan bus ¾ Suharno kemarin itu – suatu hal yang jarang terjadi karena biasanya unit cadangan yang jalan adalah unit Bis besar kelas ekonomi –  , adalah pertanda untuk rangkaian perjalanan hari ini yang benar-benar “sepi”…..


***bersambung

The 20th Long Road To Java : The Normal Tour (2)

Perjalanan Bagian 2 : Surabaya – Surakarta

25 Februari 2022

*Pak…nggak lagi nunggu pesenan kan?,

tembak saya ke salah satu ojek berseragam aplikasi

/”Nggak nih pak..mau kemana?”

/*Terminal Bungurasih berapa?

/”Ke Terminal? 10 Ribu

/*OK pak…bisa masuk ke Jalur Bus kan ya?

/”Bisa..bapak mau ke bis mana?

/Jalur Bus Sumber Kencono pak..yang ke Solo

(Kebiasaan orang lama…Bus nya udah lama ganti nama jadi Bus Sumber Selamat dan Sugeng Rahayu)

Dari kursi terdepan di Bus Tingkat, saya kembali harus berpindah ke motor ojek untuk bergegas menuju jalur keberangkatan bus ekonomi arah Jogjakarta dan Semarang via Surakarta. Jarum jam sudah menunjukkan Pukul 07.06 sementara menurut jadwal dari grup resmi, bus yang saya kejar kali ini berjadwal berangkat Pukul 07.15. Yup..jeda waktu yang saya miliki hanya kurang dari 10 menit. Agak bersyukur juga tadi subuh Harapan Jaya masuk ke Rumah Makan DUTA dan mencoba toilet bus..jadi udah nggak mikir lagi untuk cari sarapan dan ritual pagi.

Bapak ojek dengan tangkas dan nampaknya sudah terbiasa, segera meluncur lincah ke sebelah kiri jalur kedatangan Terminal Bus Purabaya, Bungurasih, Sidoarjo (Ya..Terminal Bus “Surabaya” ini memang posisinya sudah di wilayah Sidoarjo), melewati jalur parkir bus-bus antar kota. Benar saja, saat tiba di jalur 18, telah terparkir Bus Sumber Selamat W7097UP kelas Ekonomi AC/AC Tarip Biasa (ATB) jurusan Semarang via Karangjati – Surakarta. Saya bergegas turun sembari memberikan selembar uang 20 ribuan sebagai apresiasi atas laju sepeda motor sang Bapak Ojek.

*Karangjati nggih,Cak?

/”Nggih pak..

Saya masuk lewat pintu belakang, dan bergegas menuju baris kedua. Kondisi bus saat itu masih kosong, setidaknya termasuk saya, ada 4-5 penumpang kala itu yang naik dari Jalur. Jam 07.16 7097UP sebagai “Semarangan” jam ke-2 melesat keluar jalur menuju pintu keluar. Dengan 3-4 “poin” (penumpang) tambahan yang didapat sepanjang jalur keluar, melajulah Hino AK berbalut Discovery buatan (lagi-lagi) Karoseri Laksana menuju Jombang – Kertosono – Nganjuk – Karangjati – Ngawi – Surakarta – Salatiga – Semarang. Tarif karcis yang dikenakan untuk jurusan Surabaya – Surakarta adalah IDR 59 ribu. Dari saat ditarik karcis di daerah Krian, Sidoarjo, setidaknya saya harus tiba di Surakarta dalam kurun waktu 6 jam.

///

Kenapa harus Bus “Semarangan”? Kan ke Surakarta bisa naik Bus jurusan Jogja

Kenapa pula yang ekonomi? Kan ada yang Patas/Cepat..

Kenapa juga diawal dibilang ‘gara-gara berubah tanggal menjadi merubah semuanya?’

Begini…

Rencana awal perjalanan The Normal Tour kali ini adalah sebagai berikut:

Sabtu 19 Februari           : Bekasi – Surabaya

Minggu 20 Februari        : Surabaya – Madiun – Surakarta

Senin 21 Februari           : Surakarta – Jogjakarta pp

Selasa 22 Februari          : Surakarta – Bekasi

Namun..karena perubahan tanggal cuti, rencana pun berubah menjadi seperti ini :

Kamis 24 Februari           : Jakarta – Surabaya

Jumat 25 Februari           : Surabaya – Surakarta

Sabtu 26 Februari           : Surakarta – Jogjakarta pp

Minggu 27 Februari        : Surakarta – Bekasi

Masalah selesai? Belum

Salah satu tempat yang saya kunjungi di Surakarta memiliki jadwal buka Senin – Jumat pukul 8.00 sampai dengan 15.00. Dengan jadwal perjalanan yang saya miliki (durasi 6 jam), maka saya hanya memiliki waktu berkunjung di Hari Jumat pada interval Jam 13.00 – 15.00. Atas dasar itulah saya menganulir rencana perjalanan dengan Bus jurusan Surabaya – Surakarta – Jogjakarta via Madiun karena durasi perjalanan via Madiun lebih lama kurang lebih 1 jam (kurang lebih jadi 7 jam) dengan perjalanan langsung via Karangjati – Ngawi, yang dilalui oleh Bus “Semarangan”.

Bagaimana dengan Bus Patas/Cepat?

Tentu saja

Ada Bus EKA Cepat yang jalur nya tidak lewat Madiun (kecuali beberapa rute jauh seperti ke Surabaya – Purbalingga), dan via Tol. Namun, pengalaman terakhir bersama EKA Cepat 2018 silam, waktu tempuh yang dibutuhkan dari Bungurasih ke Tirtonadi (Surakarta) adalah sekitar 7 jam (termasuk istirahat di DUTA), karena meskipun lewat Tol, ternyata EKA Cepat kala itu masih keluar ke jalur jalan biasa Mojokerto – Kertosono – Nganjuk yang justru di ruas-ruas yang padat, sehingga efek dari jalan tol tadi tidak terasa. EKA Cepat sendiri baru membuka layanan Surabaya – Surakarta via tol pada 28 Februari 2022. Maka, dengan pertimbangan waktu tempuh dan biaya, ya pilihan perjalanan beralih ke Sugeng Rahayu “Semarangan”

///

Kembali ke perjalanan…

sek sek…gak nyandak!!…kenek kenek..

Ngiiikkk…

Di daerah Balongbendo, 7097UP yang mencoba mendahului truk lewat jalur kiri terpaksa harus mengerem karena di bahu jalan terdapat truk yang sedang parkir, yang jika dipaksakan akan membuat masing-masing spion beradu. Sopir terpaksa mundur untuk mengambil ancang-ancang menghindar dari truk dan terus melaju. Sampai di Mojokerto, terminal pertama yang dilewati, tiba-tiba tertarik melihat bakul lumpia dengan bawang dan saus encer. Akibat miskomunikasi, maksudnya mau beli 1 malah jadi beli 3 biji (IDR 2000 per biji/ IDR 5000 per 3 biji). Dan ternyata isinya adalah bihun+wortel…duh kirain rebung/bengkoang.

Perjalanan berlalu begitu saja dari Mojokerto sampai Jombang. Padahal udah puas tidur di Harapan Jaya, tapi kok kayaknya masih ngantuk aja di perjalanan ini. Mungkin karena tidak ada audio yang disetel oleh kru. Ada sih perangkat TV, tapi sepertinya berulangkali dicoba dinyalakan tetapi akhirnya dimatikan lagi. Praktis sepi.

09.20 7097UP sampai di Simpang Mengkreng, Braan, Kertosono. Persimpangan ramai di mana ini adalah titik “terminal bayangan” atau halte tempat Bus tujuan Kediri – Tulungagung dst dan Bus tujuan Nganjuk – Madiun dst berpisah, dan bertemu untuk ke arah Surabaya. Kalau itu dirasa belum ramai, di titik ini terdapat 2 perlintasan kereta api dan 1 lampu merah. Sama di tempat-tempat sebelumnya, penumpang yang naik tidak begitu banyak.

Mengkreng/Braan arah Surabaya dan Pandaan

Di ruas jalan ini, sempat kaget juga bertemu dengan salah satu unit Bus EKA Cepat tujuan Surabaya – Bandung via Surakarta – Semarang…berstiker besar Tol Trans Jawa di kaca samping. Lho..Trans Jawa kok bisa jejeran di jalan sini? Trans Jawa sebelah mana yang dilewatin?. Tapi lebih kaget lagi saat hal ini dijapri ke Fajar Mbek..

“Lah..ini bus dari Bungur jam 6 loh..belakang bus yang gw naikin kemaren”

Jam 6 berangkat dari Bungur..selisih 1 jam 15 menit dibelakang nya…dan tersusul di Kertosono..

Di Terminal Anjuk Ladang, Nganjuk untungnya bus tidak masuk ke jalur penumpang. Hanya melintas sebentar dan kembali meneruskan perjalanan ke timur. Cuaca saat ini masih cerah. Saat melihat ke atas, sepertinya bus ini memiliki fasilitas isi daya baterai di dekat lubang AC, meskipun hanya di beberapa baris bangku saja yang tersedia. Baiklah, mumpung masih jauh juga dan indikator USB nya menyala (berarti ada aliran listriknya), waktunya ngisi daya baterai. Ternyata, arus listriknya lumayan juga meskipun menggunakan kabel USB (bukan kabel charger bawaan).

Bus terus melintas ke timur melewati alas Saradan – Wilangan, sejauh ini tidak ada momentum kejar-kejaran sesama bus ke arah barat karena mungkin intervalnya agak jauh. Hanya sesekali saja mencoba mendahului dari kanan secara panjang…dan kembali ke lajur semula karena ada Truk BBM dari arah lawan. Di jalur Karangjati pun lancar.. hanya karena bertepatan dengan jam bubar sekolah, sesekali berpapasan dengan pelajar yang berkendara. Pemandangan sepanjang perjalanan pun masih sama : Sawah-sawah dengan bulir-bulir padi yang siap dan bahkan sudah ada yang sedang dipanen.

11.20 Bus memasuki area Terminal Kertonegoro, Ngawi. Disini ternyata bus berhenti cukup lama, entah memang kru nya beristirahat atau bagaimana. Ah, sialnya.. tau begini mending turun aja cari ransum untuk makan siang. Tapi beruntungnya, dikarenakan penumpang di bangku depan turun di sini, sementara penumpang satunya pindah ke belakang karena mau nge-charge, akhirnya dapet juga bangku hot seat sepanjang Ngawi – Surakarta. Sekitar 20 menit istirahat, bus kembali keluar terminal menuju ke barat. Ya hitung-hitung aja seperti istirahat di DUTA.

Alas Mantingan yang teduh di waktu siang dilewati begitu saja, sesekali bus mengambil lajur kanan di jalur yang “misterius” ini (mengapa misterius? Sila tanyakan kepada rekan sejawat anda yang mempunyai pengalaman berkendara ke Jawa Timur via Sragen). Tepat sebelum memasuki Sragen, tepatnya di Terminal Gendingan, pertolongan pertama di jam makan siang pun datang dari ibu-ibu penjual Arem-Arem. Memang ukurannya cenderung panjang seperti lopis, tetapi isinya memiliki rasa bumbu yang enak. Masuk Sragen lalu lintas mulai padat. Saat keluar dari Kota Sragen dan memasuki wilayah Masaran sampai dengan batas Kabupaten Karanganyar, hal yang dikhawatirkan pun muncul : Cuaca. Panas terik perlahan-lahan berubah menjadi mendung, kemudian menjadi gerimis meskipun tidak begitu lama, namun cuaca tetap mendung. Kira-kira sampe Surakarta cerah nggak ya? Mana masih jam 1 siang..

7208UZ “Jogjaan”

Setelah melewati lalu lintas kota yang ramai, jam 13.30 7097UP memasuki jalur kedatangan di Terminal Bus Tirtonadi. Saya bersiap turun untuk melanjutkan estafet dengan Bus Ekonomi jurusan Jogjakarta, karena 7097UP akan beristirahat di terminal ini. Sambil setengah berlari, saya mengejar Bus Jogjakarta yang siang itu diisi oleh armada Bus PO Suharno dengan kelas ATB. Satu hal yang menjadi kesalahan, saya harusnya tidak turun di jalur kedatangan, karena ternyata posisi tempat parkir 7097UP ternyata berada tak jauh dari jalur bus jurusan Jogjakarta. Duh….

Selembar 5 ribu rupiah sudah saya siapkan diatas Bus Suharno yang masih berjalan santai di Jalan Ahmad Yani menuju arah Kerten. Selepas Lampu Merah Manahan saya pun bersiap untuk turun di tempat yang menjadi tujuan wajib saya kali ini :

Perum Percetakan Negara Republik Indonesia cabang Surakarta – Studio Lokananta

Ini adalah kunjungan wajib atau mandatory visit ke-2, sekaligus lanjutan dari kunjungan pertama di Oktober 2018 silam. Saat itu kunjungan yang juga dilakukan di hari Jumat 12 Oktober 2018 berlangsung kurang memuaskan, karena baru setengah perjalanan keliling ruang museum tiba-tiba listrik padam, sehingga saat itu tidak bisa mengunjungi Studio utama. Saat itu sebenarnya kelanjutan untuk perjalanan ke Lokananta ini sudah dipikirkan, namun entah kenapa beberapa kunjungan saya berikutnya ke Surakarta (Juni 2019 dan November 2021) tidak mengagendakan untuk kunjungan itu. Namun, melihat situasi dan kondisi, serta mendapatkan kabar dari angin yang berhembus di akhir tahun 2021, naluri saya mengatakan “secepatnya saya harus kembali ke Lokananta”.

Saya memulai kunjungan itu dengan prosedur yang dijalani seperti saat pertama kali kesini : lapor diri ke Pos Pengamanan, meskipun beberapa hari sebelumnya sudah menghubungi salah seorang yang berkarya di Lokananta, yaitu Mas Anggit Wicaksono. Kebetulan ternyata Mas Anggit saat itu sedang berada di pos. Sambil mengonfirmasi kembali hal keinginan saya untuk berkunjung ke Studio, Mas Anggit yang juga mengelola Toko Lokananta yang menyediakan merchandise dan juga aktif dalam pameran-pameran bertema musik dan rilisan fisik, mengajak saya untuk berkeliling kembali melihat ruangan museum yang sedikit berubah sejak terakhir kesini kurang lebih 3 tahun silam.

Kemudian kami berlalu menuju ruangan studio itu, lampu mulai menyala, dan nampak lah Trident 80B – 32 Channel console yang menjadi jantung studio tersebut, bersama kerabat kerja lainnya. Dengan bantuan dari Mas Anggit, Studio ini pun cukup “bercerita” banyak kepada saya….

Studio Lokananta

Setelah lama mendung bergelayut di Kota Surakarta, Hujan deras pun akhirnya datang juga. “Sudah kurang lebih 3 hari ini mas ndak turun hujan. Baru hari ini hujan deras” tutur Mas Anggit disambi menyeruput segelas kopi, sedangkan saya dengan segelas teh tawar hangat. Di meja kantin Lokananta, bersama suara hujan dan tampias air yang turun, sejarah, pengalaman, dan harapan saling berbagi ruang untuk berteduh….

Sebuah kaus beserta satu set stiker, dan juga beberapa dokumentasi sebagai koleksi serta portofolio saya bawa dari Lokananta ini. Seiring hujan yang reda, saya pun pamit dengan Mas Anggit untuk melanjutkan perjalanan untuk mencari logistik persiapan ke penginapan.

Sebelum pergi, saya kembali memandangi gedung kuning itu…kemudian berlalu menuju gang Merpati

Sial…rupanya langit Lokananta masih berselimut Awan Mendung…tiada Matahari di atas sana


***bersambung

The 20th Long Road To Java : The Normal Tour (1)

Minggu pertama bulan February 2022

*Selamat Siang,Bu..mohon ijin saya mau ambil cuti untuk tanggal 21-23 Februari 2022

/ “Ok..lu koordinasi dulu sama tim lu ya!

              Begitulah kira-kira adat istiadat di tempat kerja saya dalam mengajukan cuti. Tidak terlalu rumit memang, asalkan kalau bisa tidak mendadak dan koordinasi dengan rekan tim. Berhubung pergantian tahun 2022 sampai dengan bulan Januari saya kebagian “jaga kandang”, kali ini waktunya mengambil jatah cuti untuk melakukan ritual “Bis-Bisan ke Surakarta”, suatu kegiatan yang sebenarnya terakhir kali saya lakukan tidak dalam waktu yang lama..sekitar awal November 2021. Seperti biasanya, ritual ini selalu membawa tema atau misi yang berbeda-beda, dan kali ini perjalanan tersebut mengambil tema :

THE NORMAL TOUR

Kok “Normal”?

Emang selama ini perjalanan nya aneh-aneh atau gak wajar kah?

Begini, saya mungkin bisa menjelaskan panjang dan lebar menjawab pertanyaan..

 “Kenapa lu sering banget..”

atau

“Kenapa selalu jalan-jalan..

atau

Ada apa (dan siapa) di Surakarta sampai lu ga bosen kesana?

Tapi jika saya dilempar pertanyaan…

Eh bis yang enak kalau mau jalan-jalan ke Surakarta/Solo apa ya?

saya akan sulit sekali menjawab pertanyaan yang sebenarnya terlihat mudah untuk dijawab oleh orang yang menggemari moda bus atau sebagai busmania

Pertama, meskipun saat ini layanan Bus Malam sudah bervariasi dengan banyak fasilitas kekinian yang ditawarkan, rata-rata portofolio bis yang selama ini saya tumpangi adalah bus-bus dengan pelayanan yang konservatif. Sebenarnya standar apabila anda sering menggunakan Bus Malam / Bus Antar Kota Antar Propinsi (AKAP), tetapi bisa jadi jauh di bawah gambaran atau standar mereka yang tidak biasa menggunakan angkutan Bus. Khawatirnya karena standar dan persepsi yang berbeda, awal perjalanan mereka menjadi tidak menyenangkan dan berefek pada keseluruhan kegiatan di tempat tujuan.

Kedua, soal percaya diri dan trauma : sekali peristiwa saya menyarankan orang tua untuk menggunakan Bus milik PO ternama dan “Legendaris” menuju Surakarta. Saya menyarankan PO tersebut bukan karena pernah menggunakan, tetapi berdasarkan review dan kesan-kesan rekan komunitas yang saya baca di forum. Apa mau dikata, kala itu orang tua saya mendapatkan salah satu bus yang bukan merupakan unit terbaik dan mengalami kendala di perjalanan.

Secara singkatnya :

Oleh karena saya biasa menggunakan bus yang cenderung “konservatif” dengan segala keunggulan dan keterbatasannya, saya belum memiliki referensi bus AKAP kekinian (modern) yang bagus dan nyaman untuk penumpang “pemula”.

Hal ini yang membuat saya memutuskan bahwa kali ini perjalanan ke Surakarta harus menggunakan bus-bus yang terbaru, supaya bisa memberikan saran dari pengalaman sendiri kepada orang-orang yang bertanya. Jadi saran yang diberikan ya cukup valid.

-pesan dikirimkan ke grup tim kerjaan

Hah? Serius lu mas cuti tanggal 21-23?

/ *Iya..kenapa emang?

/“Yah gw mau cuti juga mas tanggal segitu..cuti Nikahan

/*lho..udah bilang ibu? Bilang gih kalo belom

/”Belom mas..iya deh saya bilang dulu

Aduh

Untung belum sempat pesan sana-sini, jadi masih ga repot banget untuk pindahin jadwal. Setelah rembukan dan negosiasi dengan Ibu Bos, ok perjalanan kali ini diundur menjadi 24 – 27 Februari 2022. Terpaksa harus ubah rencana perjalanan karena bergeser menjadi di akhir pekan..yang menjadi Long Weekend karena Senin tanggal 28 nya adalah hari libur. Sekilas jadi teringat The Long Tour To Java edisi ke 16 yang terpaksa bergeser juga karena perkara pernikahan rekan sejawat.

Tapi bedanya untuk edisi kali ini, pergeseran jadwal ini merubah hampir semua rencana….


Perjalanan Bagian 1 : Bekasi – Surabaya

24 Februari 2022

Sore

Sebenernya agak berat juga hari ini untuk melakukan perjalanan, karena saat itu kondisi orang tua di rumah sedang tidak baik-baik saja, lebih tepatnya masih dalam pemulihan kondisi kesehatan. Tapi ya akhirnya mereka memberikan restu dan berangkatlah hari itu menggunakan taksi ke titik awal perjalanan hari ini :

Jalan HM Joyomartono, Bekasi Timur.

Dari deretan agen bus-bus AKAP di daerah Bulak Kapal itu, pilihan jatuh pada PO Harapan Jaya, si “Kuda Tulungagung” sebagai bus “Normal” untuk perjalanan ke Surabaya..

Agen PO Harapan Jaya, Bulak Kapal – Bekasi Timur

bentar-bentar..kok ke Surabaya? Katanya Surakarta

Iya bener kok..

Bekasi – Surakarta via Surabaya

lah kok muter? Dimana-mana normalnya mah Bekasi..Surakarta..baru Surabaya

Justru itu, berdasarkan hasil tanya sana-sini dan pengamatan, kalau ingin merasakan pelayanan yang lengkap atau full ala Bus Harapan Jaya (dapat 1x Makan Malam dan 1x Snack Pagi), “Normal” nya ya naiklah dari Jabodetabek sampai wilayah Jawa Timur (termasuk Surabaya). Sebenarnya ada beberapa PO yang bisa dipilih untuk rute Bekasi/Jakarta – Surabaya ini, karena Harapan Jaya sendiri terhitung masih baru untuk melayani rute ini. Tapi justru karena baru dan dapet 2x makan inilah yang menjadi alasan utama memilih si Kuda Tulungagung.

Selembar tiket kelas Eksekutif – DD alias Double Decker (yak betul..bus tingkat) senilai IDR 300 ribu sudah dipesan jauh-jauh hari sambil berharap armada incaran yang akan datang. Setelah laporan kepada agen bus, saya kembali menunggu di luar sambil membeli beberapa logistik air untuk menunggu dan untuk di perjalanan. Bus merek dan jurusan lain datang dan pergi dari agen yang lahan parkirnya kurang lebih seperti halaman rumah, namun ajaibnya muat untuk digunakan parkir oleh bus-bus malam termasuk si bus DD. Namun bus belum juga datang meskipun menurut jadwal seharusnya pukul 17.30 bus sudah tiba. Seorang teman, Adit ‘Alap-Alap’ mengirim pesan setelah melihat status “Cuti” di whatsapp saya..

(ON LEAVE 24-25 FEB 2022)

Wah (pergi) jauh nih

/ *BEKASI (digocek dulu)

/ “Padahal 5 hari itu libur, gw kira AKAP

FYI…selain nama Perusahaan Otobus, Harapan Jaya adalah nama kelurahan di Bekasi..ga salah kan? :p

Pukul 17.43 terdengar aba-aba tukang parkir kembali “membersihkan” area parkir..yak datanglah Bus yang akan mengantarkan saya sebagai bus dengan kode SB06 menuju pool Medaeng, Surabaya.

Sesuai Incaran

H573 dengan julukan “Bodronoyo” dan sesuai dengan incaran saya : Bus Scania K410IB bermodel Legacy SR2 Double Decker buatan Karoseri Laksana. Secara penampilan, bus ini berbentuk kotak tegas menjulang, namun tetap memiliki kesan estetik dari permainan garis-garis pada samping badan bus. Ransel berselimut magenta andalan segera saya bawa menuju kursi 1 D, paling depan, dan…wah ternyata penuh juga ya bus ini. Padahal waktu pesan seminggu lalu, masih kosong sehingga agen – yang sepertinya tahu bahwa saya golongan penumpang “busmania” – masih menawarkan untuk duduk dapat bangku paling depan.

Jam 18.00 Bus berangkat meninggalkan Agen Bekasi Timur menuju Tol Trans Jawa ruas Jakarta – Cikampek. Seorang bapak penumpang 1C – kursi sebelah – mencoba membuka percakapan, yang nampaknya memiliki banyak cerita menarik. Bapak ini ternyata adalah seorang pensiunan pegawai BPN dari Sidoarjo yang akan kembali pulang dari pemakaman sanak familinya di Jakarta. Beliau bercerita bahwa kemarin saat harus ke Jakarta dan kehabisan bus, ia terpaksa menggunakan bus seadanya dari Surabaya malam itu dan baru sampai jam 5 sore di hari berikutnya. Saya sudah menduga bus apa yang digunakan..

*Bapak naik bus apa pak? M****E U***A ya?

/”Bukan nak..itu..I***H M***I kalo ga salah

(gak yakin karena yang disebut adalah nama bus Bogor-Jakarta dan sudah tidak beroperasi)

*aaa….S**I I***H ya?

/”Nah iya itu dik… S**I I***H

Yah..bus yang disebut sebenarnya memang sudah terkenal pelayanan nya yang buruk, bahkan belum lama ini sempat viral kembali karena membuat sebagian besar penumpangnya terlantar sebelum berangkat. Tapi bagaimana ya, namanya juga udah kejadian ya udah lah. Makanya Bapak ini akhirnya memilih Harapan Jaya berdasarkan saran dari keponakan nya. Beliau berbagi cerita banyak hal, mulai dari perjalanan hidup nya sejak lulus sekolah di awal tahun 80an, soal pengalamannya menyiapkan tanah untuk program transmigrasi, awal berumah tangga, sampai pengetahuan soal mengurus hak milik saat membeli tanah atau rumah. Lumayan juga membunuh waktu ditengah-tengah jalan tol yang pemandangannya sudah diluar kepala, sambil menunggu..

..eh ini ada snack nya nggak sih?

Bus kembali keluar tol di Cikarang untuk mampir mengangkut penumpang di agen yang tak jauh dari gerbang tol Cikarang. Bapak ini kembali bertanya kenapa bus ini banyak sekali berhenti. Usut punya usut dan coba merunut dari pengamatan pra perjalanan, ternyata bus ini mengawali perjalanan dari pool Pondok Cabe..lalu melaju ke timur sambil menghampiri beberapa agen di (mungkin) Pondok Pinang, kemudian Pasar Rebo (tempat si bapak naik), sepertinya Jatiwarna (“….keluar tol sebentar..trus lurus..masuk lagi”), Terminal Pulo Gebang, Bekasi Timur (tempat saya), dan kemudian Cikarang.

*Cikarang ini terakhir pak jemput penumpang…abis ini berenti lagi ya makan

/ “Oh gitu dik..? Tadi yang paling lama berhenti diitung-itung ya di Bekasi Timur itu sih

Jelas saja, ada banyak kargo yang dimuat dari sana…

Kurang lebih 1,5 Jam perjalanan (dan tidur) dari Cikarang, bus melipir masuk ke Rest Area KM102, tempat dimana terdapat setidaknya 3 Rumah Makan tempat Bis AKAP beristirahat, salah satunya adalah Rumah Makan Taman Sari. Terhitung ini adalah kali pertama saya berhenti di rumah makan ini, dan kabar baiknya, setelah berbagai kritik dan masukan, sepertinya rumah makan ini berbenah untuk memberikan pelayanan yang lebih baik. Saya segera turun dan menukarkan kupon makan sambil melihat apa saja yang disajikan malam itu. Sebenarnya tidak wajib untuk mengambil semua hidangan yang tersedia (kecuali 1 pos lauk utama, harus pilih dan diambilkan 1 potong)…

  • Nasi putih
  • Terong gelap (saya tidak yakin itu dimasak dengan bumbu apa)
  • Bihun Goreng
  • Sayur Kari Sayuran
  • Lauk utama : Gulai Ayam (yang saya pilih) / Lele Goreng / Telor Asin
  • Teh Manis Panas
Servis Makan Malam @ RM Taman Sari KM102

Sangat bersyukur kali itu karena saya mampir setelah semua cerita horror itu berlalu. Teh yang disajikan pun benar-benar seduhan teh, bukan sekedar minuman berwarna teh. Soal makanan, sangat puas kali ini dengan makanan yang disajikan, bahkan Terong yang saya masih belum yakin itu dimasak ala apa, nikmat saja berpadu dengan kuah kari dan bumbu Ayam yang empuk baik saat digigit maupun dibelah dengan sendok. Apa karena faktor bis yang saya tumpangi? Entahlah, yang jelas ada harga ada rupa.

Ritual foto-foto juga tak lupa dilakukan setelah makan dan ke toilet. Namun beberapa bus incaran (termasuk si Bodronoyo ini) justru parkir saling berjejeran, sehingga sulit untuk diabadikan.

20.19 WIB Bodronoyo kembali diberangkatkan menuju Surabaya, sambil menerka-nerka akan berhenti dimana saja bus ini selanjutnya, dan juga berharap tidak banyak titik penurunan penumpang kali ini agar perjalanan tidak terhambat. Kru nampak menghampiri seorang penumpang yang nampaknya akan turun di Ngawi..

mas nya turun di Ngawi sebelah mana?

/”Ngawi lama bisa pak?

/”Ndak pak..paling Ngawi Baru trus masuk tol lagi

/”oh ya sudah Ngawi Baru ndak apa-apa

/”..atau ikut Sarapan dulu di Duta, nanti baru turun?

/”oh mampir Duta ya? Ya sudah saya ikut Duta dulu

Hmm..kali ini perjalanan benar-benar normal ala Harapan Jaya : Berhenti istirahat kedua di Rumah Makan DUTA, Ngawi. Agak was-was juga karena berdasarkan pengalaman teman lainnya, Fajar Mbek (yang tak lain dan tak bukan kompatriot nya Adit Alap-Alap), bus tidak mampir ke Duta dan dibagikan snack sebagai kompensasi, dan Bus sampai di Medaeng jam 5.15 menit. Jika mampir Duta, sampai Medaeng jam brapa ya?

Lepas makan malam, perjalanan diisi dengan tidur dan hanya terbangun di beberapa titik saja, seperti saat tiba-tiba hujan deras saat memasuki Cirebon, dan saat harus keluar tol di Weleri untuk berhenti di Rumah Makan Sari Rasa sebagai check point, dan kemudian PUTAR BALIK untuk isi solar dan kembali masuk di Tol Weleri..hal yang lagi-lagi “normal” tetapi cukup memakan waktu setengah jam. Saya sudah tak ingat lagi jam berapa saat bis sudah terlihat memasuki Tol Semarang..

25 Februari 2022

Jalan Tol dengan pembatas yang luas adalah pemandangan yang terlihat saat kembali bangun dan melihat jam menunjukkan pukul 02.10 menit. Melihat papan penunjuk jalan dan sebuah tiang jembatan, ternyata bus sudah memasuki…

Lho kok belok keluar? Wah ternyata bus keluar di Gerbang Tol Klodran dan memasuki Kota Surakarta. Sebenarnya titik penurunan penumpang Surakarta nya pun hanya di Banyuanyar, kurang lebih 150m dari Tol Klodran, namun agar tertib, bus terus memasuki kota menuju Terminal Tirtonadi (harusnya saya disitu nanti siang), keluar menuju simpang Joglo melalui Tugu Keris dan Nusukan, lalu masuk kembali lewat Gerbang Tol Gondang Rejo. Sebuah rute yang bisa ditempuh dengan cepat karena kondisi jalanan di pagi buta yang lenggang, namun mungkin karena postur bus yang tinggi, membuat bus dipacu dengan santai saja.

Terminal Tirtonadi

1 Jam kemudian bus kembali keluar di Gerbang Tol Sragen, kemudian melewati jalan lingkar yang kecil, dan menurunkan penumpang serta muatan kargo di dekat Terminal Pilangsari, kemudian bus meneruskan perjalanan ke Ngawi melalui jalan biasa via Mantingan. Memang praktis dibanding kembali lewat tol yang memutar. Tapi…jam 3 pagi masih di Sragen? Duh

Pelan tapi pasti, Jam 4 pagi bus memasuki Rumah Makan DUTA 1. Sebuah Rumah Makan yang ternama sebagai tempat istirahat beberapa bus AKAP di wilayah Ngawi. Menerka-nerka snack apa yang diberikan disini karena di Duta ini, yang terkenal adalah santapan Nasi Rawon nya. Pas menuju tempat makan..lho ternyata snack yang diberikan adalah pilihan set menu yang sama seperti saat mampir sebagai penumpang Bus EKA Cepat : Semangkok Nasi Rawon. Cuma bedanya, kali ini sistem di Duta berubah : penumpang datang ke masing-masing gubuk ala kondangan, lebih praktis dibanding sebelumnya dimana penumpang langsung duduk dan dihampiri oleh pelayan. Selain Nasi Rawon, ada menu lainnya seperti Nasi Opor, Nasi Pecel, Nasi Krengsengan. Tapi di kalangan penggemar dan penglaju bus di rute sini memang yang terkenal nasi rawon nya sih. Ditemani segelas teh dan siaran Liga Europa antara SS Napoli vs FC Barcelona, semangkok Nasi Rawon menjadi sarapan di pagi hari itu sambil berpikir apakah harus turun disini saja daripada ketinggalan bus untuk balik ke Surakarta?

Servis Snack Pagi @ RM Duta 1, Sidowayah – Ngawi

Untungnya saat kembali ke Bus, sayup-sayup terdengar percakapan antara kru dan penumpang tujuan Madiun : Penumpang Ngawi dan Madiun akan diturunkan di Terminal Kertonegoro (Ngawi Baru), karena bus dari Tol Ngawi akan berjalan nonstop via Trans Jawa sampai Surabaya. Sekitar jam 04.48 Bus kembali berangkat dari Rumah Makan Duta, lalu menuju Terminal Ngawi dan akan masuk tol kembali. Lega disini karena bus akan full melewati jalan bebas hambatan. Tapi pertanyaan selanjutnya : Seberapa cepat laju bus di jalan tol ini?

telat dikit udah ketutupan unit DD Blitar (perhatikan sorot lampu dari kiri)

Tepat jam 05.00 Bus memasuki Tol Ngawi dan melaju menuju Surabaya. Jalan Tol di pagi itu masih lenggang. Namun sepertinya ada yang aneh dengan laju bus ini. Berhubung tidak memasang aplikasi pengukur kecepatan di ponsel, terpaksa menghitung secara manual berapa detik yang dibutuhkan untuk mencapai 1 Km..lalu dikalibrasi kedalam kilometer per jam…

Eh..kok Cuma se..

Diulang, menghitung secara manual berapa detik yang dibutuhkan untuk mencapai 1 Km..lalu dikalibrasi kedalam kilometer per jam…

Masih ga percaya, cek waktu tempuh via Gmaps…astaga…

Kuda Tulungagung ini kembali menggunakan modus “Kuda Keraton” (seperti itu kira-kira yang disampaikan oleh Fajar Mbek saat dijapri soal kecepatan pagi itu) yang berjalan dengan tunak-tunuk cenderung anggun seperti cabang olahraga Equestrian nomor Tunggang Serasi. Prediksi waktu yang dibutuhkan untuk mencapai Medaeng adalah 2 jam, artinya pukul 7 pagi. Waktu yang benar-benar pas cenderung mepet untuk mengejar bus.

Perlahan-lahan matahari muncul dari pandangan, namun pekat nya kabut pagi itu membuatnya tidak terasa silau. Apa kabut ini yang membuat bus berjalan santai? Entahlah. Setelah Fajar Mbek tertawa karena sudah jam 05.43 posisi bus belom melewati Tol Bandar (exit menuju Simpang Braan Kertosono), kali ini giliran Adit Alap-Alap yang coba memantau posisi.

Berkabut

/ “Menurut sumber yang terpercaya anda sedang berada di atas Kuda Keraton

/ *mengapa demikian?

/”Karena mobil laen ( Bis Jakarta – Surabaya) mah jam segini udah pada sampe, bahkan udah ada yang puter balik

Saya cuma bisa nyengir doang, iya juga sih. Tersambung nya Tol Trans Jawa membuat persaingan di Industri Bus AKAP Jakarta – Surabaya (dan Malang) kembali menggeliat. Banyak pilihan perjalanan dari pagi, siang, sore, bahkan lepas jam kantor dan dapat sampai di Surabaya di pagi hari. Sementara itu … dari dalam bus yang saya tumpangi ini…terlihat bus tetap disiplin di jalur kiri sementara di kanan tersaji “balapan” bus trayek Kediri – Surabaya..antara 2 Bus PO Bagong dan…1 Bus…HARAPAN JAYA divisi AKDP (Antar Kota Dalam Propinsi). Duh seandainya Kuda AKAP Jakarta nya sama-sama Kuda Pacuan seperti bis jarak dekatnya….

Gerbang Tol Warugunung,Surabaya.
Di sebelah kanan ada unit Sugeng Rahayu Patas,
entah berhenti untuk masalah apa

Setelah ke Toilet dengan susah payah tapi agak brutal (maksudnya biar nggak membangunkan bapak 1 C yang masih tidur, eh malah bikin jatuh 2 HP yang lagi dicharge), dan mengganti alas kaki dari sendal dengan sepatu kanvas, Pukul 06.55 akhirnya bus tiba di Gerbang Tol Warugunung, yang berarti Selamat Datang Di Surabaya. Tapi perjalanan belum selesai, karena dari Warugunung bus harus keluar dan memutar di Waru, untuk kemudian masuk ke Jalan Taman dan berbelok kiri ke Jalan Letjend Soetoyo. Dan semua itu dilewati dengan santai. Sementara saya sembari merapikan tas dan muatan nya, pandangan tak lepas dari jalan raya melihat apakah ada tanda-tanda ojek yang dapat menyelamatkan saya menuju Bungurasih.

Jam 07.05, Harapan Jaya H573 Bodronoyo sebagai perjalanan SB06 tiba di tujuan akhir : Kantor Agen Medaeng, Sidoarjo, Jawa Timur.  Perjalanan selama 13 Jam (Kalau dari Ciputat mah lebih hitungan nya..tapi segini tuh Normal kah?) telah dilalui dengan selamat. Well..bagaimanapun mendapatkan bis yang diharapkan memang sungguh memuaskan sih (seperti hal nya November 2021 kemarin saat perjalanan Bandung – Wonogiri yang molor hingga 16 jam, tapi dapet bis incaran waktu itu : Bandung Express Euroliner). Saya segera bergegas turun dengan ransel dan tas selempang menghampiri 2-3 ojek aplikasi dan taksi.

*Pak…Bungurasih berapa?


***bersambung